Burung dapat melintas antar benua, dan dengan suatu cara bisa dikenali dari negara mana asalnya dengan melihat tanda pada kaki burung-burung pantai yang melakukan migrasi. Tanda tersebut biasanya disebut bendera, ada
yang bendera oranye, kuning dan merah.Beruntung Oborolan Kamis Sore di bulan Nopember 2009 bisa menghadirkan Iwan Londo dari Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme untuk menceritakan pengalamannya tentang “ Penandaan pada Burung Liar.”
Ada dua model penandaaan pada burung liar, yaitu dengan bendera warna dan cincin. Fungsi dari penandaan yaitu ntuk mengetahui jalur terbang dan distribusi, melihat populasi dan memantau burung yang sudah diberikan tanda.Menurut Iwan Londo, WCS-IP saat ini sedang melakukan penandaan pada burung migran. Pihak LIPI pun sudah menginisiasi program pencincinan. Cincin warna, bernomor dengan logam sangat ringan. Penandaan dilakukan tidak hanya pada kaki burung saja, untuk angsa bisa ditempelkan pada lehernya. Selain angsa, jenis burung Mandar pun ditandai di leher, tetapi hal ini belum umum dilakukan di Indonesia.
“Untuk burung pantai yang bermigrasi, biasanya menggunakan bendera warna. Selain bendera, juga ada cincin logam dan cincin berwarna. Biasanya warna disesuaikan dengan negara masing-masing. Seperti di Polandia, ada tiga warna untuk kegiatan pencincinan yang dilakukan,” cerita Londo.Melakukan penandaan burung dibutuhkan biaya yang tinggi untuk membeli peralatannya, karena semuanya masih merupakan barang impor. Proses penandaan burung pantai ini sudah berdasarkan kepakatan internasional.
Indonesia sejak tahun 2007 sudah melakukan penandaan burung. WCS-IP sudah melakukannya di empat lokasi, Pantai Cemara (Jambi), Surabaya, Gunung Gede – Pangrango dan Gunung Halimun – Salak. Rencananya tahun depan di Taman Nasional Wasur.“WCS-IP ingin mempopulerkan kegiatan bird banding , sehingga orang awam pun bisa melakukannya. Saya bercita-cita suatu saat Indonesia bisa memiliki stasiun riset pencincinan” ungkapan Iwan, sambil memperlihatkan foto-foto saat dia mendapat kesempatan melakukan pencincinan di stasiun riset tersebesar di Inggris.
Beberapa hal wajib dalam kegiatan penandaan, yaitu buku panduan, ini penting. Karena kegiatan pencincinan tidak akan dilanjutkan jika burung yang ditemukan tidak diketahui jenisnya.Iwan juga bercerita saat tim penandaan dari WCS-IP berhasil menangkap Trinil ordman di Sumatera. Saat ini populasi Trinil nordman di dunia sekitar 500 – 1.000 ekor saja. Pencincinan dilakukan dengan sangat hati-hati karena takut mencederai sehingga mengakibatkan kecacatan pada burung yang langka ini.
Saat ini, lokasi perjumpaan burung-burung pantai yang dilakukan WCS-IP masih seputar Asia, yaitu di Thailand, Bangkok dan Cina.Selepas menceritakan pengalamannya, tanggapan pun mengalir. Salah satunya Kuswandono, dari BTN Gunung Gede-Pangrango. Ia menyarankan untuk berbagi data jenis-jenis burung yang diberikan tanda di kawasan Gede-Pangrango, untuk memperbaharui data yang sudah ada di website. Walau pun data-data tersebut sudah disampaikan kepada pihak Balai, Londo mengharapkan agar untuk kegiatan pencincinan selanjutnya, ada dari pihak taman nasional yang bisa ikut serta.
Lain halnya Sandika dari Burung Indonesia, yang tergelitik menanyakan perubahan perilaku pada burung dan waktu yang diperlukan burung untuk menyesuaikan diri setelah penandaan dilakukan, apakah ada studi kasus mengenai hal tersebut?Ternyata, tidak ada perubahan perilaku yang mendasar pada burung yang sudah diberikan tanda. Awalnya selama 2-3 hari pertama si burung masih ingin melepaskan penanda yang melekat di tubuhnya. Namun setelah itu kembali normal. “Perubahan perilaku justru bisa terjadi saat dilakukan penandaan yang tidak hati-hati yang mengakibatkan cedera, bahkan sampai kehilangan kaki. Ini bisa mengakibatkan si burung kesulitan mencari makan,” tandas Iwan menanggapi Sandi.
Pertanyaan Sandi, menutup Obrolan Kamis Sore. Tim WCS-IP kembali akan melakukan penandaan burung di Pantai Cemara, Jambi pada akhir Nopember 2009 hingga Maret 2010, sungguh waktu yang panjang.
[Irma Dana]